“Integrasi Papua Barat ke dalam Indonesia adalah suatu konspirasi
politik antara beberapa pihak, yaitu Kapitalis yang tidak lain adalah
Amerika, dunia internasional, elit politik Jakarta dan elit politik
Papua Barat. Konspirasi itu dilandasi oleh kepentingan masing-masing
pihak dan akhirnya mengorbankan mayoritas masyarakat Papua.” Kepentingan
yang dominat adalah ekonomi.
Penegakan sejarah sangatlah penting untuk membuktikan suatu
kebenaran.[1] Karena dengan menuliskan dan dengan memahami sejarah masa
lalu sebuah identitas bisa ditemukan pandangannya dan setiap orang
bisa belajar darinya.[2] Otis Simopiaref (2002) menyatakan: sejarah
harus diteliti kembali di mana lembaran hitam harus diputihkan dan yang
bengkok harus diluruskan, kalau tidak perdamaian dunia tidak akan
pernah tercapai.”[3] Selanjutnya sering cendikyawan dan ilmuan Kristen
Dr. George Junus Aditjondro (2000:3) mengatakan, “ sejarah satu
komunitas adalah jati diri dan sekaligus imajinasi mengenai hari depan
dari komunitas itu sendiri.”[4]
Alasan historis, ras dan ekonomi menjadi semangat nasionalisme elit
Jakarta dalam mengintegrasikan Papua Barat ke dalam Negara Kesatuan
Repoblik Indonesia. Alasan historis terkait dengan teritorial sebagai
wilayah dari kerajaan Majapahit, Sriwijaya dan Tidore–Ternate dan
sebagai daerah jajahan Hindia – Belanda. Lebih cenderung disebut
memiliki sejarah yang sama. Benarkah itu?
Kerajaan Majapahit, Sriwijaya dan Tidore pernah sampai melakukan ke
daerah Papua. Tidak tercatat secara de fakto dan de jure bahwa Papua
Barat sebagai daerah taklukan mereka, karena pada saat itu yang
dibangun adalah hubungan dagang /ekonomi. Indonesia pun baru sebagai
negara (politik) didirikan pada 17 Agustus 1945.
Benar, bahwa Papua adalah daerah yang perna diduduki oleh Belanda. Dan
terjadi eksploitasi terhadap kekayaan alam. Tetapi, aneksasi terhadap
Papua Barat oleh Belanda maupun elit Jakarta berdasarkan Proklamasi dan
UUD 1945 adalah sepihak, tidak melibatkan orang Papua Barat. Tidak ada
kesamaan nasib dalam sejarah dalam mengahadapi Belanda. Pada masa
Republik Indonesia Serikat (RIS) Belanda telah menempatkan Papua Barat
langsung di bawah Belanda.
Alasan Ekonomi. Dengan kedok kesatuan politik sebenarnya Elit Jakarta
memandang Papua sebagai sumber dari kekayaan negara, banyak terdapat
kekayaan alam mineral, hutan, laut dan lainnya. Dan bagi elit Jakarta
Papua Barat harus direbut dari Belanda dan harus dipertahankan dengan
cara apa pun.
Nasionalisme Pendiri Bangsa
Ensiklopedia popular, politik dan pembangunan pancasila, jilid III,
mendefinisikan Nasionalisme sebagai paham kebangsaan yang tumbuh karena
adanya persamaan nasib dan sejarah serta kepentingan untuk hidup
bersama sebagai suatu bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat dan maju
dalam satu kesatuan bangsa Negara dan cita-cita bersama guna mencapai
dan memelihara serta mengabadikan identitas pesatuan, kemakmuran dan
kekuatan atau kekuasaan negara kebangsaan yang bersangkutan
(Ensiklopedia popular, politik dan pembangunan pancasila, jilid III.
Yayasan cipta loka caraka hlm. 31).
Nasionalisme atau paham kebangsaan itu bisa disederhanakan sebagai
semangat cinta bangsa dan cinta tanah air (patriotisme) memang
mempunyai perwujudannya. Pada zaman masa revolusi untuk menegakkan
negara bangsa, semangat kebangsaan terwujud jelas antara lain dengan
mengangkat senjata mengusir musuh sebagai tentara atau suka relawan,
(Sutarjo Adisusili, 1996 ; 1). Itu berarti sama seperti dikatakan Hans
Kohn, dalam bukunya Nasionalisme Arti dan Sejarah mengemukakan bahwa
nasionalisme adalah suatu paham, yang berpendapat bahwa kesetiaan
tertinggi individu harus diserakan kepada negara bangsa (Hans Khon,1984
; 14).
Secara etimologis Nasionalisme berasala dari bahasa latin Natio yang
berarti bangsa yang dipersatukan karena kelahiran, dari kata Nasci yang
berarti dilahirkan. Maka jika dihubungkan secara obyektif ada beberapa
factor lahirnya nasionalisme, seperti bahasa, ras, agama, dan
peradaban (zivilization), wilayah, negara, dan kewarganegaraan (Hansk
Kohn, melalui Natalis, 2000; hal 14). Sedangkan Menurut Carton J. H.
Hayes membagi dua factor penyebab lahir dan tumbuhnya nasionalisme
pertama factor obyektif yang paling lazim dikemukakan adalah factor
politik (penjajahan), factor social, factor ekonomi, factor budaya,
dll. Kedua, factor subyktif, seperti Dogma, ide pemikiran, dll (J.H.
Hayes, Adisusilo, 1998; 1). Factor-faktor lahir dan tumbuhnya
nasionalisme dari waktu ke waktu dapat berubah, misalkan perubahan
nasionalisme Indonesia, pada zaman prakemerdekaan berbeda dengan zaman
kemerdekaan.
Di Indonesia nasionalisme prakemerdekaan tumbuh dan berkembang untuk
melawan kolonial Belanda. Itulah sebabnya pada saat perjuangan
kemerdekaan Indonesia semangat nasionalisme tidak terpisahkan dari
kesadaran sejarah kaum terpelajar. Kaum tepelajar dan mahasiswa terus
berjuang merubah polo perlawanan yang bersifat kedaerahan menjadi
perlawanan secara bersama melalui berbagai organisasi yang dibentuk
seperti, Budi Utomo dan lainnya. Puncak dari nasionalisme Indonesia
terbentuk pada tahun 1928 dengan mengikrarkannya sumpah pemuda.
Papua Barat telah menjadi perdebatan Indonesia–Belanda. Aspek
nasionalisme kebangsaan yang dipandang para elit politik pendiri bangsa
ini di Jakarta dalam usaha mengintegrasikan Papua Barat adalah:
Pertama, dari aspek histories. Mereka menempatkan nasionalisme
kebangsaan yang akan dibangun berdasarkan teritorial. Menurut Yamin dan
Soekarno kalaim teritorial atas Papua Barat, Malaya dan Pilipina
karena alasan histories sebagai wilayah bagian dari kerajaan Sriwijaya
dan Majapahit sebagai cikal bakal dari berdirinya Indonesia. Bisa
dibilang ini kekeliruan karana Sriwijaya, Majapahit merupakan Negara
tersendiri yang memiliki sistem pemerintahannya sendiri terlepas dari
sistem pemerintahan modern yang dianut oleh Indonesia yang tidak lain
adalah warisan moderenisasi.
Nasionalisme teritorial dalam sejarah perjuangan Indonesia tidak
sepenuh hati menerima perjanjian Rom-royem, Renvile yang memperkecil
wilah yang Indonesi. Kemudian gagasan RIS dan Federal untuk Indonesia
tidak memuaskan bagi elit politik yang pada saat itu berkuasa. Dalam
Rapat Besar Badan Penyelidik Usaha persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) para elit politik Jakarta memandang semua daerah bekas Jajahan
Belanda sebagai bagian dari NKRI. Pemikiran itu pernah diungkapkan
Moh. Yamin yang kemudian akan ditanggapi oleh Moh. Hatta dengan
mengatakan pemikikiran Yamin terkesan sangat imperialis. Soekarno
membanta pendapat Hatta dengan berpandangan tidak hanya Papua dan
Malaya, bahkan Sukarno secara teritorial menghendaki Pan Indonesia yang
meliputi Pilipina, Malaya dan Papua, namun Pilipina telah merdeka
lebih dahulu (Risalah BPUPKI, 1995: 148-152).
Nasionalisme teritorial yang dibangun oleh teori-teori Moh. Yamin dan
Soekarno dalam Rapat Besar BPUPKI pada tanggal Juli 1945 menurut
Mohamat Hatta tidak ada bedanya dengan dengan nasionalisme yang pernah
dibangun Jerman Kultur und Boden sebagai dasar dari imperialisme yang
dimajukan oleh Jerman meluap keluar dan mau menjajah Oosternritjk dan
Cekoslovakia. Hatta lebih menekankan kepada forum agar mengajak para
pemuda-pemudi berpikir realistis dan menghilangkan nafsu yang mau
meluap keluar, mengubah tujuan menjadi meluap kedalam, membangun Negara
dengan sebaiknya dan mempertahankan Negara dengan sehebat-hebatnya.
Oleh karena itu Hatta berpendapat bahwa biarkan bangsa Papau dan Malaya
diserakan kepada masyarakatnya sendiri. Hatta mengakui bahwa mereka
juga punya hak untuk merdeka.
Kedua adalah nasionalisme yang dibangun atas aspek manusai di dalamnya
yaitu seperti aspek sosio kulturnya. Moh. Yamin pernah membangun teori
dalam rapat BPUPKI, mengatkan bahwa orang Papua Barat memiliki Ras yang
sama dengan ras Melayu. Namun dibanta oleh Hatta. Dalam tulisan ini
saya tidak perlu membahasnya, karena ini tidak mungkin seperti yang
tampak pada ciri fisik antara kedua ras tersebut. Kecuali, sebagai
penghuni dunia dan ciptahan Tuhan dilengkapi dengan akal sehat.
Ketiga, faktor EKONOMI. Papua Barat sangat kaya raya dengan luas
wilayah sekitar 3 kali lebih dari pulau Jawa dan secara geogrfis berada
diambang pintu gerbang Samudra Pasifik memiliki fungsi militer-politis
sangat vital memiliki sumber kekayaan alam yang sangat berfariasi
dengan kualitas dan kuantitas sangat potensial. Di bumi Papua Barat
terdapat mineral seperti emas, timah, platina, biji besi, batu bara,
minyak, kaolin dan juga uranium. Kekayaan hutan dan lautnya sangat
banyak. Sehingga dapat dipahami selain mempunyai nilai ekonomis yang
vital. Dengan alasan ekonomi inilah, elit politik Jakarta berkonspirasi
dengan kapitalis (Amerika) dalam mengintegrasikan Papua Barat. Ini
terbukti dengan kehadiran PT. Freeport pada tahun 1967 yang aneh,
karena: Pertama, Papua belum sah menjadi bagian dari Indonesia, tetapi
Soeharto telah meneken masuknya PT FI ke Erstberg. Kedua, PT FI telah
masuk ke Erstberg jauh sebelum UU penanaman modal asing (PMA) Nomor 1
tahun 1967 itu disahkan. Berartikan, UU PMA itu dibuat memfasilitasi
dan mempermulus PT FI.” Yang sampai saat ini merupakan sumber
pendapatan Jakarta terbesar. Dan sumber penderitaan bagi orang Papua
Barat.
Nasionalisme yang di bangun elit politik Jakarta itu tidak beda, sepeti
ideologi komunis atau kapitalis yang menjadi agaman baru bagi
masyarakat dunia disebarluaskan ke seluruh dunia. Sama seperti itu,
nasionalisme Indonesia yang dibangun oleh elit politik Jakarta melalui
sistem politik, ekonomi, pendidikan yang sentralisasi, juga melalui
pelatihan serta kepemudaan dan simbol-simbol seperti bendera
kebangsaan, bahasa nasional melalui pelatihan, organisasi kepemudaan,
dan lainnya. Itu hanya sebatas hegemoni kekuasaan, untuk melakukan
jawanisasi di Papua Barat. Sehingga bagi penduduk Papua Barat merupakan
sesuatu yang baru tanpa tahu maknanya dan harus mengikutinya. Dengan
begitu jelas sudah nasionalisme menjadi suatu dogma bagi masyarakat.
Nasionalisme yang dibangun oleh elit politik Jakarta mengedepankan
militer tidak ada bedanya dengan penyatuan wilayah Nusantara yang
pernah dilakukan oleh Patih Gajamadah pada masa kerajaan Majapahit.
Daniel Dhakidae pada bagian pengatar buku karya Benedict Anderson
Imagined Communities menyebutkan dua kata yaitu Jaladi Mantri dalam
arti sesungguhnya adalah Armada dan itu tidak lain dari ABRI. Ketika
Trikora dikomandangkan padat tahun 1963 untuk merebut Papua Barat tidak
lain yang lebih didahulukan adalah inovasi moliter dan mobilisasi
social untuk membangun koloni baru di Papua Barat. Demi membangun
koloni Indonesia di Papua, militer di kirim untuk membekuk semagat
nasionalisme etis Papua (Melanesia) yang sedang terbangun.
Kehadiran militer Indonesia sebagai melakukan berbagai bentuk
intimidasi secara fisik, seperti melakukan pembunuhan terhadap mereka
yang pro Belanda ataupun yang bercita-cita membentuk Negara Bangsa
sendiri. Penindasan mental, mental seperti usaha sentralisasi dalam
aspek kehidupan dengan tujuan mematikan nasionalisme melanesia yang
telah terbangaun.
Sejarah kehadiran Freeport Indonesia Incorporated (FII) ada
keterkaitannya dengan integrasi Papua ke dalam Indonesia. FI sebagai
“maskawin” atas Integrasi Papua Barat. Dengan kata lain Indonesia
mendapatkan wilayah Papua yang kaya raya, berkuasa atas air, laut,
hutan dan kekayaan mineral. Sedangkan Amerika dengan PT FI boleh
melakukan eksploitasi di Papua dengan keuntungan yang besar. Pada saat
itu tahun 1967 FI sudah melakukan eksploitasi dengan kontrak karya
dengan dilegitimasi oleh UU No. 1/ 1967 tentang Penanaman Modal Asing
PMA pada bulan Juni 1967. Pada bulan Maret tahun itu juga secara de
fakto, Forbes Wilson mewakili Freeport Internasional menandatangani
Kontrak Karya FI.
Perjanjian New York 1962 dan Pepera 1969
Gugatan terhadap New York Agreement dan Pepera sebagai berikut:
Mengapa Perjanjian Pasal 2 di tetapkan penyerahan wilayah Papua kepada
UNTEA (PBB) dan selanjutnya danri UNTEA (PBB) menyerahkan kepada
Indonesia?
Pada tanggal 1 Oktober 1962 pemerintah wilayah menyerahkan wilayah
Papua kepada UNTEA (PBB) dan Unted Nations Temporary Excutive Authority
(UNTEA) menuasai Papua hanya 6 bulan dimulai dari tanggal 1 Aplil dan
berakhir tanggal 1 Mei 1963. tanggal 1 Mei 1963 adalah penyerahan
wilayah Papua Barat secara resmi kepada Indonesia oleh PBB pada waktu
itu disebut dengan UNTEA. Yang berlu disoroti untuk menjawab pertanyaan
begitun adalah UNTEA sebagai lembaga Internasional sepatutnya terus
berada si Papua samapai pelaksanaan penentuan nasib sendiri orang-orang
Papua. Tetapi yang terjadi adalah penyerahan wilayah Papua secara
resmi ke dalam kekuasaan Indonesia tanpa prosedur penentuan nasib
sendiri.
Mengapa Perjanjian Pasal 7 dam 13 disetujui menggunakan
kekuatan-kekuatan militer Indonesia sebelum Papua menjadi bagian
wilayah Indonesia?
Untuk menjawab pernyataan ini perlu bertitik tolak dari penyerahan
wilayah Papua secara resmi kedalam wilayah Indonesia pada tanggal 1 Mei
1963, maka untuk mengendalikan keamanan di wilayah Papua adalah
kekuatan-kekuatan militer Indonesia. Jika benar-benar mau dilaksanakan
penentuan nasib sendiri orang-orang Papua berdasarkan hukum HAM dan
praktek internasional, lebih terhormat, bermartabat dan manusiawi maka
yang patut memegang kendali keamanan di Papua sebelum penentuan nasib
sendiri orang-orang Papua adalah UNTEA yang di dalamnya adalah Dewan
Keamanan PBB.
Beberapa kali UNTEA (PBB) memberitahukan kepada orang-orang Papua
sesuai dengan Perjanjian Pasal 10 tetang penyerahan pemerintah dari
UNTEA kepada Indonesia
Untuk melaksanakan tugan UNTEA ini
sangat berat dengan tiga alasan. Pertama, PBB telah terlibat dalam
konspirtasi politik untuk mengabaikan hak-hak asasi dan martabat orang
Papua untuk menentukan nasib sendiri di negeri dan tanah airnya. Kedua,
UNTEA mempunyai waktu yang sangat terbatas dan juga jangkauan
komunikasi yang sangat sulit untuk berkomunikasi dnegan orang-orag
Papua, secarah khusus yang berada di daerah-daraerah pedalaman. Ketiga,
pemerintah sengaja menghalang-halangi pekerjaan PBB di Papua Barat
waktu itu.
Mengapa Perjanjian Pasal 12 ditetapkan PBB penyerahan semua atau
sebagian bahkan penyerahan kembali pemerintah penuh kepada Indonesia?
Orang-orang Papua belum menyatakan bergabung dengan Indonesia atau
merdeka sendiri dari tanah dan negerinya sendiri. Tetapi, kenyatana
politik adalah PBB, Amerika, Belanda sudah menyerahkan orang-orang
Papua ketangan Indonesia melalui perjanjian New York ini. Dan secara
resmi deserahkan tanggal 1 Mei 1963 dan PBB pergi meninggalkan
orang-orang Papua tanpa bertanggun jawab atas nasib masa depan
orang-orang Papua. Orang-orang Papua tidak menentukan nasib sendiri
sesuai dnegn perjanjian New York padal 18 d “ penentuan nasib sebdiri
orang-orang Papua sesuai dengan praktek internasional”
Mengapa Pasal 14 disetujuia untuk pelaksanaan undang-undang dan
peraturan-peraturan Indonesia sebelum Papua menjadi bagian sah wilayah
Indonesia?
Orang-orang Papua belum menyatakan bergabungdengan Indonesia atau
berkehendak berdiri sebagai suatu bangsa yang berdaulat melalui
penentuan pendapat rakyat. Tetapi, dalam perjajina pasal 14 ini telah
disetujui dan ditetapkan oleh PBB, Amerika, Belanda dan Indonesia,
bahwa di Papua diterapkan undang-undang dan peraturan-peraturan
Indonesia. Yang menetukan orang-orang papua untuk itnggal dengan dengan
Indonesia dan mengakui undang-undang dan peraturan-peraturan
orang-orang Indonesia adalah PBB, Amerika, Belanda dan indonesia, bukan
orang Papua.
Apakah pemerintah Indonesia sungguh-sungguh melaksanakan Perjajian
Pasal 15 tetang pendidikan dan pembangunan sosial, budaya dan ekonomi
di Papua Barat sebelum PEPERA 1969?
Pasal ini sedikit dilaksanakan di daerah-daerha perkotaan, tetapi lebih
berhasil adalah menempatkan orang-orang Papua sebagai rival (lawan)
pemerintah Indonesia dengan stigma OPM dan separatis, sehingga militer
Indonesia secara leluasa menteror, intimidasi, intervensi, mengejar,
menangkap, memenjarakan, menyiksa, membunuh, menculik menghilangkan,
dan memperkosa orang-orang Papua. Ini terbukti dengan pasal 7 dan 13
yang ditetapkan untuk pasukan-pasukan Indonesia menguasai Papua untuk
melawan orang Papua yang menyatakan pendapat politik yang berbeda
dengan orang Indonesia. Dan juga, perjanjian pasal 14 untuk
melaksanakan undang-undang dan peraturan-peraturan Indonesia di Papua
Barat.
Memgapa Perjajina Pasal 16 ditetapkan tetang keberadaan dan tugas PBB di Papua harus mendapat pertimbangan dari Indonesia?
Keberadaan dan tugas PBB di Papua harus medapat pertinbangan dari
Indonesia, karena Indonesia mempunyai wewenang atas wilayah Papua.
Sehingga angota PBB yangbertugas di Papua sebagai orang asing harus
meminta petimbangan dari pemerintah Indonesia, karena perjajian New
York telah ditetapkan pada tnggal 15 Agustus 1962 mewarnai kepentingan
Amerika, Indonesia danpada kepentingan nasib orang-orang Papua. Nasib
orang-orang Papua dari negeri dan tanah airnya sangat diabaikan.
Mengapa perjanjian Pasal 17 ditetapkan bahwa pelaksanaan PEPERA 1969 adalh tanggung jawab Indonesia?
Pelaksanaan PEPERA 1969 di Papua Barat adalah hanya sebuah usaha
sandiwara oleh PBB, pemerintah Indonesia dan Belanda. Karena itu,
pemerintah Indonesia merasa bertanggung jawab untuk melaksanakan PEPERE
1969 sebagai usah formalitas saja. Pada kenyataannya wilahayah Papua
Barat sudah diserakan secarah resmi pada tanggal 1 Mei 1963 oleh UNTEA
(PBB) sesuai dnegan perjanjian ini. Ini adalah konspirasi politik
internasional yang melecehkan dan mengkhianati hak-hak asasi dan
madtabat orang-orang Papua.
Mengapa Perjanjian Pasal 18-d tidak dilaksanakan sesuai praktek Internasional ?
Perjanjian pasal 18-d tidak dilaksananak sesuai praktek internasional
karena dua alasan mendasa. Pertama, Papua seudah diserahkan kepada
Indonesia secara resmi oleh PBB, Amerika, Belanda, melalui perjanjian
ini dan diwujudkan pada tanggal 1 Mei 1963. kedua, berdasarkan
kesepakatan Italia, Roma, tanggal 20 s/d 21 Mei 1969 antara Mentri
Luarnegri J.M.A.H. Luns, Mentri Bantuan Pembangunan Belanda B.J.Undink,
dan Mentri Luar Negeri Indonesia Adam Malik. Bunyi kesepakatannya
adalah “ Mentri Luar Negeri Indonesia menyatakan posisi Pemerintah
Indonesia mengenai Kebebasan Memilih yakni bahwa mengingat
pertimbangan-pertimbanganprantis dan teknis maka sistem Indonesia
“Musyawarah” merupakan cara yang terbaik…”[5]
Mengapa Perjanjian Pasal 21 ditetapkan bahwa hasil penentuan nasib
sendiri orang-orang Papua hanya dilaporkan oleh Indonesia dan PBB
kepada Sekretaris Jendral PBB untuk di laporkan dalam Sidan Umum PBB?
Jikalau PBB, Amerika, Belanda dan Indonesia benar-benar memikirkan masa
depan orang –orang Papua, langkah bijaksana dan pentingg yang perlu di
tempu adalah : pertama, UNTEA tidak harus menyerahkan Papua kepada
Indonesia pada tnggal 1 Meri 1963, tetapi UNTEA seharusnya menguasai
Papua sampaii penyelesaian pelaksanaan penentuan nasib sebdiri
orang-orang Papua. Dua, pihak Indonesia yang sedang bertikai dengan
Belanda tentang status politik Papua Barat seharusnya tidak dilibatkan
dalam pelaksanaan penentuan nasib sendiri orang-orang Papua.
Ketiga,pemerintah Indonesia seharusnya tidak di ijinkan menerapkan
undang-undang dan peraturan-peraturan nasional Indonesia serta
menempatkan pasukan-pasukan Tentara Nasional Indonesia di Papua Barat,
sebelum orang Papua menyatakan pilihan kehendaknya bergabung dengan
Indonesia atau berdiri sendiri sebagai suatu bansa berdaulat erdasarkan
penentuan nasib sendiri.
Mengapa Untea dan Indonesia Tidak melaksanakan secara sungguh-sungguh
Perjanjian Pasal 22 tentang jaminan keamanan dan kebebasan orang-orang
Papua?
Tampak sekali bahwa PBB, Amerika, Belanda, Indonesia tidak memikirkan
masalah jaminan keamanan dan kebebasan orang-orang papau diatas tanah
dan negeri mereka sendiri. Yang menjadi tujua utatama Amerika,
Indonesia adalah sumber daya alam di papua Barat. Jadi, masalah jaminan
keamanan dan kebebasan orang-orang Papua Barat bukanlah urusan
Amerika, PBB dan indonesia. Perjajinan Psal 22 hanya sebagai upaya
untuk menhindari tekanan-tekanan dunia internasional dari beberapa
negara angota PBB yang akan mempersolakan laporan hasil-hasil rekayasa
PEPERA 1969 yang dilaksanakan di Papua Barat.
Perjanjian New York 15 Agustus 1962 yang teridir dari 29pasal ini,
nasib orang Papua yang pro-Merdeka tidak di atur dalam satu pasal pun.
Perjanjian New York yang terdiri dari 29 Pasal itu melecekan hak-hak
asasi orang Papua yang pro-Merdeka.
“dalam perjanjian New York 15 Agustus 1962 tidak dibahas dan ditetapkan
dalam satu pasal pun tentang nasib orang Papua yang berpendirian kuat
untuk merdeka di tanah airnya. Apakah dalam pasal-pasal perjanjian New
York ada tersirat tetang kepentiangan Rakyat Papua yang pro-Merdeka?
Perjanjian New York sangant mengabaikan hak-hak asasi Rakyat Papua yang
pro-Merdeka.”[6]
Pengabaian nasib orang Papua yang Pro- Merdeka dalam perjanjian New
York adalah pelanggaran hak asasi Rakyat dan Bansa papuan yang
pro-Merdeka. Ideologi dan nasionalisme sebagai bangsa Papua Barat sudah
tumbuh dan berkembang di hati dan pikiran orang Papua.sebelum
Indonesia memproklamasikan kemerdekaan bansanya pada tanggal 17 Agustus
1945.
Jika perjanjian New York 15 Agustus 1962 secara jujur dirumuskan
menentukan nasib sendiri(self determination) untuk digunakan praktek
internasional, berarti hak-hak setiap orang Papua patut mendapat
perhatian utama termasuk didalamnya adalah bagi yang pro-Merdeka.
Rakyat Papua anti Indonesia dapat dikatakan 99% waktu itu. Sebaliknya,
pro-Indonesia adalah beberapa kelompok yang digalang oelh Indonesia
kebanyakan orang-orang yang berasal dari Indo-Belanda, Jawa, Mennado,
Kakassar, Buton, Bugis, dan Ambon, kebanyakan non Papua yang itnggal di
Manukuari dan Hollandia (Jayapura)
Tidak di bicarakan nasib orang Papua pro-Merdeka dalam 29 Pasal
Perjanjian New York disebabkan karena Perjanjian New York itu hanya
kepentingan politik dan ekonomi bansa Amerika dan Indonesiadengna
tujuab untuk menguasai sumbeda daya alam di tanah Papua Barat.
Keberpihakan Perjanjian New York untuk Indonesia sangat menonjol dalam
seluruh isi perjanjian New York dikatakan untuk menentukan nasib
sendiri rakyat Papua Barat, tetapi sesungguhnya hanya sebagai sesuatu
instrumen internasional untuk mengejar, menangkap, membantai,
memperkosa, menyiksa, memenjarahkan , dan membunuh seluruh penghuni
bumi Papua Barat. “…..menurut prespektif Rakyat Papua, Perjanjian New
York merupakan awal penangkapan, pembantaian, pemerkosaan, penyiksaan,
pemenjaraan, pembunuhan, penjarahan,dan penindasan hak-hak asasi Rakyat
Papua Barat.”[7]
Seluruh isi perjanjian New York sebagai kesalahan fatal yang dilakukan
oleh Amerika, Indonesia, Belanda dan PBB. Tidak ada dasar hukum yang
membenarkan bahwa daerah yang masih dipersengketakan oleh kedua negara,
salah satu dari antara kedua negara yang bersengketa diijinkan untuk
menerapkan atauran-aturan didalam wilayah yang dipersengketakan.
Pasal-pasal yang disebut diatas menyangkut transfer kewenangan dari
UNTEA kepada Indonesia ini sebagai suatu distorsi yang dilakukan olrh
Indonesia, Belanda, Amerika dan PBB dalam proses pembuatan Perjanjian
New York. Berkaitan dnegan distorsi sejarah, John Rimbiak, Supervisor
ELSHAM Papua menyatakan:
“kesalahan sejarah (distorsi hystoris) yang dilakukan oleh PBB dalam
proses transfer kewenangan dari Belanda ke Indonesia telah
menjastifikasikan negara Republik Indonesia untuk melakukan
berbagaipelanggaran HAM dalam menciptakan kesejaterahan dan keadilan di
Papua Barat selama tiga dekade lebih” [8]
Penempatan Indopnesia di tanah Papua sejak tanggal 1 Mei 1963 secara
adminitrasi adalah kekeliruan dan kesalahan terbesar dalam sejarah
dalam kehidupan berbansa dan bernegara di dunia. Dikatakan kesalahan
dan kekeliruan tersebut karena hak-hak asasi Rakyat dan Bnsa Papua
Barat yang bekulit hitam dan berrambut keriting yang ditempatkan Tuhan
di bumi Paapua sangat di lecekan dan dihina.
Hak-hak dan kebebasan rakyat Papua benar-benar tidak di jamin. Walaupun
hak-hak dan kebenaran itu sudah diatur sebagaimana ditetapkan dalam
Pasal XIV yang menyatakan : …bahwa mereka (Indonesia) konssiten dengan
hak-hak dan kebebasan yang dujamin utuk penduduk di bawah
persyaratan-persyaratan perjanjian ini…”[9] Perjaniaan New York yang
paling jelas tentang jaminan hak-hak kebebasan bergerak dan berkumpul
rakyat Papua dan Bansa Papua Barat yang ditetapkan : “UNTEA dan
Indonesia menjamin secara penuh hak-hak, termasuk hak-hak kebebasan
berpendapat, kebebasan bergerak, dan berkumpul, bagi penduduk daerah
itu.”[10]
Tetapi, kebebasan Rakyat dan Bansa Papua Barat yang ditetapkan didalam
Perjanjian New York tersebut benar-benar dirampas, dikhianati oleh
pemerintah Indonesia dengan surat keputusan resmi presiden IR. Soekarno
bernomer : 8/Mei/1963 yang menyatakan:
“ Melarang/ mengahalangi atas bankitnya cabang-cabang partai baru di
Papua Barat (Iraian Barat). Didaerah Papua Barat dilarang kegiantan
politik dan kegiatan bentuk rapat umum, pertemuan umum,
demonstrasi-demonstrasi, percetakan, publikasi, pengumuman-penumuman,
penyebaran, perdagangan atau artikel, pameran umum, gambar-gambar atau
foto-foto tanpa ijin pertama dari gubernur atau pejabat resmi yang
ditujukan oleh Presiden.”[11]
Surat keputusan (SK) Ir. Soekarno yang dikutip, di atas adalah bagian
integral yang tak terlepas dari teror, intervensi, intimidasi, dan
rekayasa pemerintah Indonesia terhadap Rakyat dan Bangsa Papua Barat.
Pemerintah Indonesia benar-benar mengabaikan nilai-nilai kemanuasiaan
dan keadilan sebagaiman yang dituangkan dalam Papncasila sebagia
ideologi bansa Indonesia dan Undang-Undang Dasar 1945.
Kontrak karya FI antara Indonesia dan Preeport itu sangat kontroversi
dalam sejarah Papua, karena pada saat itu Papua Barat belum secarah sah
dinyatakan sebagai bagian dari Indonesia, karena PEPERA akan
dilaksanakan pada tahun 1969. PEPERA yang dilakukan itu menurut peneliti
sejarah Belanda Prof. Piter yang baru-baru ini menerbitkan buku tetang
PEPERA mengatakan pelaksanaannya telah dimanipulasi oleh Indonesia.
Kesepakatan New York Ageement yang dilaksanakan pada 15 Agustus 1962
dilanggar baik secara hukum nasional maupun internasional. Pelaksanaan
PEPERA tidak sesuai dengan kesepakatan anatara pemerintah kerajaan
Belanda dengan pemerintah Repoblik Indonesia dalam New York Ageement.
Pelaksanana Pepera tidak dilaksanakan sesuai dengan praktek-praktek
kebiasaan internasional dan hukum internasional. Pelaksanaan PEPERA
tidak menggunakan prinsip “One man one vote” , satu orang satu suara,
tetapi menggunakan prinsip perwakilan. Dalam pelaksanaan Pepera untuk
memberikan pendapat apakah Papua Barat merupakan bagian dari Negara
Kesatuan RI atau harus merdeka/terpisah dari RI digunakan cara utusan
mewakili utusan atau wakil mewakili wakil yang terdiri dari 175 wakil
dari jumblah utusan sebanyak 1.026 dari delapan Kapubten di Papua Barat.
Terkain dengan poin di atas, penentuan status Papua Barat tetap dalam
negara RI hanya ditentukan oleh sebagian orang dari 800 ribu penduduk
Papua Barat pada waktu itu. Masih banyak masalah hukum yang menimbulkan
tanda tanya menyangkut pelaksanaan PEPERA tahun 1969 itu. Sah tidaknya
terus menjadi perdebatan ditingkat nasional maupun internasional. Ini
penting karena menyangkut pelurusan sejarah Papua maupun khususnya
menyangkut pelaksanaan PEPERA itu. Gencarnya tuntutan rakyat Papua
Barat itu, karena pelaksanaan PEPERA di Papua Barat dinilai cacat
hukum, hasil Pepera itu dipertanyakan bahkan harus digugat kembali,
karena Konspirasi politik Internasional antara Amerika, Belanda
Indonesia dan PBB telah mengorbankan dan merugikan hak-hak asasi dan
martabat orang Papua Barat terlihat dalam sebagian perjanjian New York.
[1] Socratez Sofyan Yoman, 2005, 34
[2] Robin Osborne, 2001, Jakarta, hlm, xii.
[3] Ottis Simopiaref: Mencari Solidaritas Masyarakat Non- Papua” (lihat
Yorrys TH Rawyai: Mengapa Paua Ingin Merdeka, Januari 2002, hlm, xxii.
[4] Dr. George Junus Aditjondro, Juli 2000, hlm 3, Edisi i
[5] Text of the joint statemen follwing the discussion held between the
Nedherlands Minister for Devolopment Cooperation, Mr. Udink, with the
Indonesia Minister of ForeignAffairs, Mr. Malik, in Rome on 20 th and
21 st May, 1969
[6] S Sofyan Yoman, S.Th. “ Rakyat Papua Bukan Separatis”, tahun 2000,hlm. 4.
[7] S Sofyan Yoman, S.Th. “ Rakyat Papua Bukan Separatis”, tahun 2000,hlm. 1.
[8] Kejahanta terhadap Kemanusiaan, Observasi Awal Tentang Konspirasi
Internasional dan Pelanggaran HAM di Papua Barat, Port Numbay, 2000,
hlm.4.
[9] New York Ageement 15 Agustus 1962, Artikel XIV.
[10] New York Ageement 15 Agustus 1962, Artikel XXII
[11] SK. Ir Sukarno: No, 8 Mai 1963
=====================================
=====================================
Sumber:http://pitoowa.blogspot.com/
0 komentar:
Posting Komentar