Jhon Pakage. Foto: Dok. Pribadi |
Pemerintah
mewajibkan perusahaan tambang asing mendivestasikan sahamnya secara
bertahap paling sedikit 51 persen kepada mitra Indonesia. Divestasi
harus dilakukan setelah lima tahun hingga tahun ke 10, sejak perusahaan
itu berproduksi.
Yang
dimaksud mitra Indonesia adalah pemerintah, pemerintah provinsi, atau
pemerintah daerah kabupaten/kota, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha
Milik Daerah, atau perusahaan swasta nasional.
Ketentuan
itu diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 yang
ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 21 Februari 2012.
Termasuk juga PT Freeport yang mana Saat ini, sebanyak 90,64%
kepemilikan saham Freeport Indonesia dikuasai perusahaan asal Amerika
Serikat (AS), yaitu Freeport Mc MoRan, termasuk di dalamnya 9,36%
dikuasai lewat anak usahanya PT Indocopper Investama. Sementara sisanya,
sebanyak 9,36% dipegang oleh pemerintah Indonesia.
Menaggapi
peraturan PP tersebut PT Freeport Indonesia menyatakan tak akan ikut
dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 24 tahun 2012 yang mewajibkan
perusahaan tambang asing menjual 51% saham ke pihak Indonesia. Pasalnya,
secara hukum Freeport hanya akan mengikuti aturan Kontrak Karya (KK)
yang sudah dilakukan dua kali sejak tahun 1967.
Menurut
Presiden Direktur Freeport Rozik B Soetjipto, dalam KK tersebut,
Freeport hanya diwajibkan mendivestasi kepemilikan sahamnya hingga
sebanyak 20% tanpa adanya batas waktu.
Sementara
Pemegang saham 9,36 persen lainnya adalah PT Indocopper Investama
adalah perusahaan tambang milik Group Bakrie. Entah mengapa begitu
membaca perusahaan tambang milik Group Bakrie tiba-tiba jadi teringat
kasus Lapindo di Sidoarjo? Ya, semburan lumpur Lapindo telah
menyengsarakan kehidupan warga Porong, Sidoarjo hingga kini.
Bukan
rahasia lagi bahwaOperasi PT Freeport hingga saat ini telah dihentikan
operasinya dan dampaknya kerugian para pemegang saham didepan mata.
Tidak beroparasinya perusahaan raksasa ini juga turut menyumbang krisis
ekonomi diberbagai negara. Termasuk Indonesia.
Walaupun
Pemerintah Indonesia hanya menerima 9,36 persen saham Freeport tetapi
akan berpengaruh dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Untuk
mengantisipasi dampaknya Pemerinth Indonesia telah menambah dana yang
tak sedikit. Lihat saja Defisit anggaran dalam APBNP 2012 naik menjadi
Rp 190,1 triliun (2,23 persen) dari PDB, naik sebesar Rp 66,1 triliun
apabila dibandingkan dengan defisit anggaran dalam APBN 2012 yang
ditetapkan sebesar Rp 124 triliun (1,5 persen PDB).
Batalnya
kenaikan harga BBM bersubsidi membuat pemerintah harus mencari dana
tambahan untuk membiayai besaran subsidi yang membengkak. Selain
optimalisasi pendapatan, pemerintah akan menambah utang baru sebesar Rp
25 triliun.
Tentu Pemerintah Indonesia selama ini sudah ada fasilitas pembiayaan dari China melalui skema PBC (Prefential Buyers Credit)
atau kredit lunak dengan jumlah sebesar US$ 1 miliar, tapi sudah
teralokasi untuk pembiayaaan proyek-proyek terutama energi dan
transportasi.
Tentu
pemerintah China telah menyatakan kesiapannya untuk memberi bantuan
lunak kepada Indonesia seperti selama ini telah ada kerja sama yang
cukup erat antar dua negara ini.
Dalam
situasi ekonomi dan politik dalam negeri serta di regional terus
memanas Amerika telah mengirim Pasukan pertama dari 2500 tentara elit
Amerika yang akan diturunkan untuk membantu pertahanan Australia, Rabu
(4/4) tiba di negara itu.
Mereka
tiba di pusat pelatihan gabungan bersama sebagai bagian dari perubahan
kebijak an militer AS di kawasan Asia Pasifik. AS mengirim militer untuk
mengamankan persaingan kekuatan senjatanya di Asia, dimana khususnya
Cina, sedang memperluas kekuatan militernya.
Barak
militer di Darwin tersebut berada sekitar 800 kilometer dari wilayah
Indonesia. Hal itu memungkinkan tentara bertindak cepat terhadap masalah
kemanusiaan dan keamanan di Asia Tenggara. Langkah penempatan pasukan
ini sebelumnya telah membuat marah Beijing. Cina mengatakan, langkah itu
bisa mengikis kepercayaan dan membuat perang dingin baru.
Perlu
diperhatikan adalah Pemerintah Indonesia tidak memberi kenyamanan bagi
operasinya perusahaan Freeport akibatnya terjadi banyak insiden yang
membuat karyawan tidak aman lagi padahal Tentara dan Polisi Indonesia
telah menerima dana keamanan dari Freeport dalam jumlah yang besar.
Kedua,
lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 yang ditandatangani
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 21 Februari 2012 lalu yang mana
mewajibkan Freeport untuk mendivestasikan sahamnya secara bertahap
paling sedikit 51 persen padahal dalam kontrak kerja yang dibuat
bertentangan dengan peraturan baru ini. Tentu ini bisa membuat Amerika
mengalami kerugian walaupun Amerika telah menerima keuntungan yang tak
sedikit dari tanah Papua.
Ketiga,
sementara perang dingin dan ketegangan antara Amerika dan china terus
meningkat Indonesia terus mengadakan komunikasi yang baik dengan China.
Seperti selama ini pemerintah Indonesia telah mendapatkan bantuan lunak
dalam jumlah yang tak sedikit dari China.
Situasi
ini tentu berpengaruh pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
yang terus mendapat kontra produktif dari beberapa partai politik atas
kebijakan menaikan harga bahan bakar minyak.
Yang
luput dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 adalah berapa
persen yang semestinya orang Papua sebagai pemilik hak ulayat tempat
beberapa perusahaan asing beroperasi. Misalnya Freeport dan BP Tangguh
di Bintuni, Papua Barat. ( John Pakage)
Sumber:http://www.umaginews.com
0 komentar:
Posting Komentar